PJT I, JKPKA dan UM Gelar Temu Ilmiah Tentang Manajemen Air Hujan

Pembelajaran terkait hubungan antara air, lingkungan, serta manusia selalu diperlukan untuk menumbuhkan wawasan akan pentingnya kelestarian alam. Karena keseimbangan diantara ketiga komponen ini lah yang mampu menopang kehidupan di bumi ini.

Untuk itu Perum Jasa Tirta (PJT) I bersama Jaring-jaring Komunikasi Pemantauan Kualitas Air (JKPKA) dan Universitas Negeri Malang (UM) menggelar Temu Ilmiah secara online atau daring pada hari Selasa, 15 Desember 2020.
Kegiatan ini merupakan rangkaian dari program berkelanjutan berupa pendidikan lingkungan bagi para siswa SMA dan SMP di wilayah kerja PJT I. Temu Ilmiah ke-23 kali ini mengangkat tema Konservasi Partisipatif untuk Meningkatkan Ecoliterasi Siswa.

Orasi ilmiah berjudul Memanen Air Hujan disampaikan oleh Ketua UM Green Campus, Dr. Vivi Novianti M.Si. Dalam penjelasannya ia mengatakan, Indonesia menyimpan cadangan air dunia sebanyak 6 persen. Namun ironisnya, Pulau Jawa sebagai pulau terpadat penduduknya diramalkan akan menghadapi ancaman krisis air di tahun 2040.

Menurutnya, Indonesia dengan iklim tropis memiliki kelebihan dalam hal ketersediaan air. Curah Hujan rata-rata 2.500 mm per tahun. Namun jumlah air yang melimpah terkendala oleh banyaknya lahan seperti hutan yang beralih fungsi, sehingga tidak dapat menyerap air dalam tanah dan cenderung menjadi run off atau luapan air seperti banjir.

Saat ini, ketersediaan air dan pemanfaatan untuk kebutuhan manusia di Indonesia cukup beragam. Di Jawa, per orang memiliki ketersediaan air sebanyak 1.169 M³ per tahun, di Bali sebanyak 4.224 M³ per tahun, di Papua 296,84 M³ per tahun. Sedangkan di Sumatera 15.892 M³ per tahun dan Kalimantan menjadi yang terbanyak yakni 80.167 M³ per tahun atau sekitar 80 kali lipat ketersediaan air bagi perorangan di Jawa.

“Krisis air kini juga banyak terjadi di Pulau Jawa. Bahkan warga harus membeli air bersih dengan harga mahal yang seharusnya bisa diperoleh secara gratis dari alam. Untuk itu manajemen air hujan menjadi sangat penting untuk bisa dipelajari bersama untuk menjaga ketersediaan air di masa yang akan datang,” ungkapnya.

Direktur Utama PJT I, Raymond Valiant Ruritan mengapresiasi Temu Ilmiah yang digelar JKPKA. “Air menjadi komponen dasar kehidupan manusia. 70 persen lebih tubuh manusia terdiri dari air. Tentunya juga tidak bisa dilepaskan dari sumber daya ini,” jelasnya.

Ia memberikan pemahaman bahwa, air, lingkungan dan manusia adalah hal yang menyatu. Ia juga mengutip kalimat Marilyn Ferguson, seorang visioner yang pada tahun 1995 menulis buku tentang The Aquarian Conspiracy.

“Masa depan manusia ditentukan, bagaimana caranya mengatasi krisis. Saat itu yang dibahas adalah krisis lingkungan dan pemanasan global. Dan hari ini kita masih berhadapan dengan krisis tersebut. Saat ini juga ada krisis Covid-19 yang dampaknya sangat luas,” ungkapnya.

Karena pandemi pula, lanjut dia, Temu Ilmiah yang sebelumnya menjadi ajang pertemuan para guru dan pembina JKPKA dalam ruang fisik, kini hanya bisa bertatap muka lewat daring. Namun hal itu menurutnya, tak mengurangi makna dari pembelajaran bagi para guru dan siswa yang tergabung dalam JKPKA.

Ia pun menegaskan, kalimat Marilyn Ferguson, bahwa krisis menjadi penentu apakah manusia menghadapi berbagai perubahan. “Saya percaya ecoliterasi menjadi salah satu jawaban bagi kita semua untuk menentukan masa depan,” ungkapnya.

Koordinator Pusat JKPKA, Soetarno Said menegaskan komitmennya menjadikan JKPKA sebagai media pembelajaran bagi guru dan siswa dalam menjaga kelestarian air. Saat ini, JKPKA juga berkembang di enam wilayah di Indonesia. Wilayah tersebut adalah Wilayah Hulu, Tengah, Hilir DAS Kali Brantas, Hulu dan Tengah DAS Bengawan Solo serta Hulu DAS Asahan Kab. Toba Samosir Sumatera Utara.

(Departemen Humas dan Informasi Publik PJT I)

Diskusi Pengelolaan Sumber Daya Air bersama Dirut PJT I

Jumat 11 Desember 2020 dilaksanakan Diskusi Pengelolaan Sumber Daya Air bersama Direktur Utama PJT I dan rekan-rekan wartawan. Dalam diskusi dengan rekan-rekan media disampaikan bahwa curah hujan yang tinggi di penghujung tahun 2020 ini diprediksi masih berlanjut di 2021. Dengan debit air yang cukup tinggi, Perum Jasa Tirta (PJT) I mencatat sebanyak 17 titik tanggul rawan longsor di sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai) Brantas. Adapun untuk potensi banjir kami mencatat ada 17 titik (tanggul yang rawan longsor) di DAS Brantas. Mulai dari Kediri hingga Gresik. Rinciannya, ada tiga di Kab Kediri, dua di Nganjuk, lima di Jombang, tiga di Sidoarjo, dua di Kab Mojokerto, dan dua di Gresik. Dijelaskan bahwa kerawanan banjir dengan kondisi tanggul yang kritis menjadi sangat besar. Untuk itu, di tengah pandemi Covid-19, ia meminta pemerintah tetap mewaspadai potensi banjir yang belum bisa diprediksi.
Adapun dijelaskan bahwa curah hujan saat ini terus mengalami peningkatan. Di tahun 2019, tingkat curah hujan mencapai 1.250 milli meter per tahun. Di tahun 2020 sekitar 1.450-1550 mm per tahun. Sementara, pada 2021 diperkirakan lebih dari 1550 mm per tahun. Kedepannya kondisi akan lebih basah, karena curah hujan lebh tinggi. Di tahun 2021 curah hujan di DAS Brantas diperkirakan lebih dari 1500 mm per tahun. Ditambah lagi, kondisi pengelolaan lingkungan yang cenderung mengakibatkan berkurangnya resapan. Sehingga potensi banjir lebih tinggi, termasuk tanah longsor.
Ketika beliau ditanyakan mengenai daya tampung sungai dan bendungan yang dikelola PJT I, dapat dipastikan bahwa kapasitasnya masih mencukupi untuk daya tampung bendungan dan sungai. Meskipun demikian PJT I tidak bisa mengendalikan banjir di luar itu, seperti banjir yang menggenangi jalan raya atau wilayah pemukiman.
Selain itu, potensi bencana longsor juga cukup besar di DAS Brantas sisi hulu di wilayah Malang Raya. Seperti di Pujon Malang, sering terjadi longsor. Hal ini terjadi karena rata-rata daerah tangkapan air hujan yang semestinya bisa terserap dalam tanah mulai banyak berkurang. Kami mengimbau agar masing-masing individu untuk bersama-sama menciptakan perilaku pencegahan banjir. Salah satunya dengan menghindari pencermaran lingkungan khususnya di bantaran Sungai Brantas. Mengingat, limbah domestik di Brantas, baik padat berupa sampah dan cair yang berasal dari masyarakat persentasenya cukup besar mencapai 60 persen.

PJT I Bersama Kementerian PUPR Selenggarkan Sosialisasi BJPSDA untuk Industri & PDAM di Wilayah Sungai Toba Asahan, Sumatera Utara

Sebagaimana amanah dalam UUD 1945 dimana air termasuk kekayaan alam yang dikuasai oleh negara demi kemakmuran rakyat Indonesia. Aturan ini diperjelas juga dalam UU No. 17 Tahun 2019 tentang sumberdaya air. Melalui peraturan tersebut Pemerintah telah menugaskan Perum Jasa Tirta I (PJT I) untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan sumberdaya air di beberapa wilayah sungai kewenangan Pemerintah Pusat. Tentunya di dalam pelaksanaannya, PJT I selalu menyelaraskan dengan langkah Kementerian PUPR sebagai regulator melalui pembagian peran dan tanggung jawabnya.

Kamis, 3 Desember 2020 Kementerian PUPR bersama PJT I menyelenggarakan sosialisasi terkait Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA) di Wilayah Sungai Toba Asahan. Sosialisasi ini merupakan tindaklanjut akan terbitnya KepMen PUPR No. 406 Tahun 2020 tentang penetapan tarif BJPSDA, khususnya bagi para pengguna air di sektor PDAM dan Industri di WS Toba Asahan.

Kegiatan yang dilangsungkan di Hotel Santika Medan ini menghadirkan narasumber dari Kementerian PUPR, Ibu Nur Widayati selaku pembicara dari Direktorat Bina OP. Beliau menjelaskan tentang konsepsi pembiayaan kegiatan pengelolaan sumberdaya air.
“Untuk dapat menjalankan fungsi sebagai pengelola, tentunya dibutuhkan adanya pendanaan. Negara telah merumuskan bahwa pembiayaan atas pengelolaan sumberdaya air ini dapat diperoleh dari APBN, swasta dan BJPSDA.” tutur Ibu Nur Widayati di awal paparannya.

Dijelaskan juga bahwa BJPSDA ini merupakan dana yang didapatkan dari para pengguna air seperti PLTA, PDAM maupun industri yang telah memperoleh manfaat atas air tersebut. Kepala Sub Koordinator Kelembagaan tersebut juga menyampaikan “Melalui UU No.17/2019 dan PP No.46/2010, negara telah memberikan kewenangan kepada PJT I sebagai BUMN yang memungut, menerima, serta menggunakan BJPSDA untuk kembali digunakan untuk kegiatan pengelolaan sumberdaya air.”

Kegiatan sosialisasi yang dihadiri oleh 27 pemanfaat SDA dari sektor PDAM & Industri ini dibuka oleh Direktur Operasional PJT I, Bapak Gok Ari Joso Simamora. Di awal sambutannya beliau menjelaskan bahwa kehadiran PJT I di WS Toba Asahan ini merupakan mandat dari Pemerintah sesuai Peraturan Presiden No.2/2014. “Kami melaksanakan penugasan yang diamanatkan oleh Pemerintah untuk dapat melaksanakan sebagian kegiatan pengelolaan sumberdaya air di Wilayah Sungai Toba Asahan”. Bapak Simamora juga menyampaikan bahwa sebelum adanya penetapan tarif di sektor Industri dan PDAM, PJT I telah melaksanakan sejumlah kegiatan pengelolaan SDA di Toba Asahan dimana pendanaannya diperoleh dari BJPSDA yang diperoleh dari sektor PLTA. “Kegiatan konservasi DAS Toba, normalisasi sungai melalui pengerukan lebih dari 500.000 m³ sedimen, hingga kegiatan modifikasi cuaca untuk menambah curah hujan di daerah tangkapan Danau Toba serta kegiatan pengelolaan lainnya dapat kami laksanakan selama kurun waktu empat tahun terakhir ini dengan adanya kontribusi BJPSDA dari PLTA.”

Dalam paparannya, beliau didampiingi oleh Bapak Fahmi Hidayat selaku Manajer Utama yang membidangi perencanaan dan keuangan di PJT I. “Peran dari PDAM dan Industri dalam pembayaran BJPSDA nantinya dapat meningkatkan layanan kami dalam mengelola sumberdaya air di wilayah Toba Asahan. Kedepan kami akan membangun Laboratorium Kualitas Air untuk meningkatkan kapasitas kami dalam melakukan pemantauan kualitas air di Danau Toba dan Sungai Asahan.” ucap Bapak Fahmi dalam paparannya.

Dengan terlaksananya kegiatan sosialisasi ini, maka diharapkan adanya pemahaman akan kewajiban bagi para pengguna air untuk turut berkontribusi dalam upaya pengelolaan SDA secara menyeluruh dan berkelanjutan melalui pembayaran BJPSDA. Sehingga dengan demikian PJT I dapat segera melaksanakan pemungutan tarif BJPSDA di wilayah sungai Toba Asahan, yaitu sebesar Rp.10,63/m³ untuk PDAM dan Rp.156,64/m³ untuk industri.

___________
Departemen Humas & Informasi Publik.